Variasi Tendangan Yang Digunakan Pada Pertandingan Pencak Silat Olahraga Antara Lain

SEMARANG — SMKN 1 Semarang meraih gelar Juara Umum I pada Kejuaraan Pencak Silat Piala Wali Kota Semarang, yang digelar di GOR Futsal Manunggal Jati, Semarang, Jumat (22/11) – Ahad malam (24/11). Para ‘pendekar’ pelajar SMKN 1 Semarang mampu mendominasi dan sukses memborong lima keping medali emas untuk menjadi tim terbaik di kelas remaja, pada kejuaraan yang diikuti total 922 pesilat pelajar (SD/MI hingga SMA/SMK/MA) tersebut.Perolehan medali emas ini mengungguli tim pencak silat SMAN 6 Semarang, yang harus puas di posisi terbaik kedua kelas remaja, dengan raihan dua medali emas dan satu medali perak. Sedangkan tempat terbaik ketiga di kelas remaja, diraih oleh tim pencak silat SMA Multazam yang mampu meraih dua medali emas dan sekeping medali perunggu.Di kelompok pra remaja (SMP/ MTs), tim pencak silat SMPN 10 Semarang mampu menjadi yang terbaik dengan merebut dua medali emas, dua medali perak dan dua medali perunggu.Keberhasilan ini pun mengantar tim pencak silat SMPN 10 menjadi juara umum di kelas pra remaja, setelah mengungguli tim SMP Islam Terpadu PAPB yang meraup dua medali emas dan satu medali perunggu. Sedangkan Juara Umum ketiga di kelas pra remaja ini diraih oleh SMPN 6 Semarang juga dengan raihan dua medali emas serta satu medali perunggu.Sementara itu, pada kejuaraan di kelas Usia Dini (SD/MI) tim pencak silat SDN Kuningan 01 meraih Juara Umum I dengan perolehan dua  emas dan dua medali perak.Posisi terbaik kedua diraih SDN Bugangan 01 dengan perolehan dua medali emas serta satu medali perunggu serta SDN Rejosari berada di tempat terbaik ketiga dengan raihan dua medali emas.“Kami puas dengan hasil yang kami capai pada kejuaraan ini, walaupun tim kami banyak menurunkan para pesilat wajah baru,” ungkap pelatih prncak silat SMPN 10, Gundara Ahmad yang dikonfirmasi keberhasilan anak- anak asuhannya.Walaupun wajah baru, jelasnya, para pesilat pra remaja SMPN 10 mampu menunjukkan mental yang bagus dan keberanian dalam mengikuti kompetisi yang sekaligus merupakan ajang pemanasan menuju kejurnas silat Piala Hamengku Buwono X yang akan digelar di Solo pada pekan ketiga Desember 2019.“Hasil Kejuaraan ini juga menjadi bekal yang bagus bagi anak- anak dalam menatap seleksi untuk Pekan Olahraga Pelajar Daerah (POPDA) Kota Semarang yang akan digelar pada tahun 2020 nanti,” tambahnya.

Kepala Dinas Pemuda dan Olah Raga (Kadispora) Kota Semarang, Suhindoyo sebelum menutup kejuaraan menyampaikan, kejuaraan ini bisa berlangsung dengan baik dan diminati banyak peserta.“Ini adalah nilai positif dari kejuaraan pencak silat tingkat pelajar kali ini. Harapannya ini juga bisa meningkatkan motivasi dan prestasi para atlet pencak silat prlajar yang ada di Kota Semarang ini,” tandasnya.Kejuaraan pencak silat ini, diikuti oleh 922 pesilat pelajar SD/MI (Usia Dini), SMP/MTs (Pra Remaja), SMA/SMK/MA (Remaja). “Setiap sekolah maksimal hanya boleh menurunkan enam pesilat,” jelasnya

Belanja di App banyak untungnya:

Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.

Seni Beladiri Tangan Kosong Merpati Putih yang organisasinya terbentuk pada tanggal 2 april 1963 di Yogyakarta, merupakan nilai budaya bangsa Indonesia yang diturunkan oleh Sang Guru Saring Hadi Purnomo kepada kedua putranya yaitu Poerwoto Hadi Purnomo dan Budi Santoso Hadi Purnomo (Alm).

Dalam rangka pengembangannya, seni beladiri ini didasarkan atas empat sikap, watak dan perilaku sebagaimana yang diamanatkan oleh Sang Guru yaitu : welas asih, percaya diri sendiri, keserasian dan keselarasan dalam penampilan sehari-hari, dan yang terakhir menghayati dan mengamalkan sikap itu agar menimbulkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Mahaesa, dan kesemuanya itu dilengkapi dengan falsafah dari perguruan yaitu MERsudi PAtitising TIndak PUsakane TItising Hening (Mencari sampai mendapatkan tindakan yang benar dengan ketenangan) yang kemudian disingkat menjadi MERPATI PUTIH.

Gambaran awal dari perjalanan dari keilmuan dan perkembangan perguruan berasal dari Keraton Mataram lama di Kartosuro yang berasal dari seorang wanita bangsawan yaitu Nyi Ageng Joyorejoso yang kemudian mempunyai tiga orang putra yaitu Gagak Handoko, Gagak Samudero, dan Gagak Seto masuk dalam Grat IV.

Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Pangeran Prabu Mangkurat Ingkang Jumeneng Ing Kartosuro.

Grat I : BPH Adiwidjojo

Grat II : PH Singosari: BPH Adiwidjojo

Grat III : RA Djojorejoso – Ing Wadas

Grat IV : RM Rekso Widjojo – Ing Baledono

Grat V : R Bongso Permono – Ing Ngulakan Wates

Grat VI : RM Wongso Widjojo – Ing Ngulakan Wates

Grat VII : R Saring Siswo Hardjono – Ing Ngulakan

Grat I, mempunyai saudara BP Amangkurat Amral

Grat III, membuat jalan Margoyoso, dalam legenda menjadi Demang Margoyoso

Grat IV, mendirikan perguruan yang pelaksanaannya dikembangkan oleh 3 orang puteranya atau keturunannya yaitu :

Gagak Handoko mengembara ke dareh timur Pulau Jawa melalui pantai selatan sehingga sampai di daerah gunung Kelud dengan tujuan mempelajari dan mengetahui keadaan daerah itu, disamping sambil mencari dua saudaranya yang terpisah. Di dalam pengembaraannya beliau menyamar sebagai Ki Bagus Kerto. Sebelum beliau mengembara, perguruan Gagak Handoko yang didirikan di Gunung Jeruk telah berkembang dengan cepat.

Beliau sadar akan usianya yang semakin tua. Beliau memberi mandat penuh dan amanat pada keturunannya yang pada silsilah termasuk dalam Grat V, yaitu R Bongso Permono Ing Ngulakan Wates. Setelah Gagak Handoko menyerahkan tampuk kepemimpinan perguruan, beliau lalu menyepi (bertapa) mencari kesempurnaan hingga sampai meninggalnya di Gunung Jeruk.

Dari R. Bongso Permono kemudian diturunkan ilmunya kepada keturunannya yaitu RM. Wongso Widjojo. Beliau lalu mengikuti jejak ayahnya mencari kesempurnaan.

Pada masa kepemimpinan RM. Wongso Widjojo, oleh karena beliau tidak mempunyai keturunan, maka beliau mengambil murid yang kebetulan dalam keluarga masih ada hubungan cucu, yang bernama R. Sarengat Siswo Hardjono (Sarengat Hadi Poenomo), yang termasuk dalam garis keturunan VII (Grat VII).

Perlu diketahui bahwa ajaran tersebut belum lengkap, maka beliau tidak segera mengembangkan /mengajarkan pada keturunannya, akan tetapi berusaha keras menelaah dan menjabarkan ilmu tersebut menuangkan dalam gerak silat dan tenaga yang tersimpan yang ada di naluri suci. Tidak berhenti disitu saja, beliau juga mencari kelengkapannya, yaitu dari ajaran Gagak Samudero dan Gagak Seto. Akan tetapi beliau belum berhasil juga menemukan langsung, hanya naluri beliau, bahwa dua aliran yang mempunyai materi yang sama tersebut mengembangkan ilmu di daerah pantai utara Pulau Jawa.

Hasil dari pengembangan ilmunya itu lalu diturunkan kepada kedua putranya (2 orang kakak beradik) yang bernama Poerwoto Hadi Poernomo (Mas Poeng) dan Budi Santoso Hadi Poernomo (Mas Bud). Sekitar tahun 1960 R Sarengat Hadi Poernomo aktif membina putranya untuk menguasai beladiri Mataram ini yang dinamakan Merpati Putih.

Pada tahun 1962 kedua putera R. Sarengat Hadi Poernomo mendapat amanat dari Sang Guru, yang sekaligus ayahnya, agar ilmu beladiri yang sebelumnya milik keluarga tersebut disebarluaskan kepada umum demi kepentingan bangsa. Sejak saat itu beladiri Mataram yang kita kenal dengan Merpati Putih dikenal oleh Masyarakat berkat usaha keras dan tekun dari kedua putera Sang Guru. Dalam menyampaikan latihan Sang Guru tidak segan-segasn turun langsung dan memberi wejangan yang pada dasarnya untuk membangkitkan gairah dan perkembangan Merpati Putih.

Tahun 1968 kedua putera Sang Guru sebagai pucuk pimpinan menjadi motor untuk mengembangkan sayapnya, yaitu dengan dibukanya cabang pertama di Madiun, Jawa Timur. Selanjutnya pihak militer juga ditembus. Dari hasil peragaannya, Merpati Putih mendapat kehormatan untuk melatih anggota Seksi I Korem 072 dan Anggota Batalyon 403/Diponegoro di Yogyakarta.

Tahun 1973 melalui perkenalan-perkenalan sebelumnya dengan pihak AKABRI, Merpati Putih mendapat undangan untuk diadakan penelitian dari segi-segi yang menyangkut metode latihan. Penelitian di bagian AKABRI Udara ini ditangani oleh tenaga-tenaga ahli dari Fakultas Kedokteran UGM, antara lain Prof. Dr. Achmad Muhammad. Hasilnya menggembirakan, dan ini mendorong pengembangan wawasan yang lebih luas bagi Merpati Putih.

Di Jakarta tahun 1976, setelah berhasil melakukan pendekatan, Merpati Putih mendapat kehormatan untuk melatih para Anggota Pasukan Pengawal Presiden. Tahun 1977 Komisariat Jakarta dibentuk, dan pada tahun ini pula Merpati Putih mendapat peluang untuk melatih pasukan Koppasandha (RPKAD) di Cijantung sampai mereka sanggup memperagakan keahlian mereka pada acara peringatan HUT ABRI 5 Oktober 1978.

Pada awal hijrahnya Mas Poeng dan Mas Bud ke Jakarta sejak Maret 1976, dengan membina Pasukan Pengawal Presiden dan Koppasandha, maka secara mendadak pula membina pelajar/mahasiswa di Jakarta. Dengan kondisi tersebut perguruan merasa kedodoran, terutama dalam menyiapkan kader pelatih dan masalah keorganisasian serta metode pendidikan dan latihan. Oleh sebab itu sejak tahun 1978 sampai dengan tahun 1985, perguruan melakukan pembinaan secara terus menerus ke dalam, guna persiapan menghadapi perkembangan perguruan yang animo dan keinginan masyarakat begitu besar terhadap Merpati Putih.

Persiapan tidak hanya diarahkan pada penyedian kader pelatih saja, namun kesiapan metode dan program yang teruji pun menjadi garapan perguruan. Sejak tahun 1973, penelitian dengan nama SETA (Sehat dan Tangkas) yang dilakukan bekerjasama dengan AKABRI Bagian Udara dan UGM. Uji coba dan penelitian terus dilakukan pada kegiatan-kegiatan sejenis, seperti kerjasama perguruan dengan Kobangdiklat/Pusjasmil TNI AD di Cimahi tahun 1984, kerjasama dengan rumah sakit Pertamina di Jakarta tahun 1984, bekerjasama dengan YON II 203/Arya Kemuning tahun 1985, bekerjasama dengan UPT Lab Uji Konstruksi BPPT Serpong Tangerang tahun 1986.

Dengan persipan perguruan, baik dari segi organisasi maupun keilmuan, maka selanjutnya dari tahun ke tahun Beladiri Tangan Kosong Merpati Putih berkembang keseluruh pelosok tanah air. Data terakhir yang diperoleh telah terbentuk 62 cabang dan 3 cabang diantarannya di luar negeri.

Kendati perkembangan perguruan meliputi aspek beladiri dan olahraga berkembang cukup pesat, namun perguruan tetap mencoba menyentuh aspek sosial, yakni melalui Yayasan Merpati Putih Abadi membuat dan melaksanakan suatu program pembinaan bagi tuna netra sejak tahun 1989. Program ini mendapat simpati dari pihak pemerintah dan masyarakat luas, sehingga dalam perkembangannya sudah dibentuk beberapa pusat/sentral pembinaan Merpati Putih di beberapa cabangnya.

Tidak dapat disangkal lagi bahwa Perguruan Pencak Silat Bela Diri Tangan Kosong Merpati Putih mendapat tempat diberbagai kalangan sebagai salah satu aset kebudayaan bangsa yang patut dibanggakan dengan tidak menghilanglan jatidirinya sebagai perguruan pencak silat dengan bernaung dibawah bendera IPSI.

Guru Muthalief showing some of the subtleties of Raja Sterlak to Guru Cruicchi - 1978

I have been recently informed that Guru Muthalief passed away about 5 years ago.

To start off, not much is known about the origins of Sterlak Silat. Or, at least not much is publicly known about this art. Which is odd in many ways because there are many other styles of Silat which contain Sterlak methods within them. The most basic thing that can be said about Sterlak Silat is that it was designed to defeat the more popular Harimau style of Silat and, according to the late Donn Draeger, resembles the Chinese Xing Yi system. For sure it is a very direct style that emphasizes the powerful attacking of an opponent. One of the well-known sayings of Sterlak is: "If an elephant gets in my way, I knock it down!".

As for the actual history of Sterlak the bulk of what I know was supplied to me by Guro O'ong Maryono, a respected silat historian, pracitioner, teacher and author. Below is the history as it was presented too me by Guro O'ong Maryono: Sadly, there is not much information available about Silat Starlak. I have heard from some pendekar in Indonesia that the Starlak/Sterlak style originated from Kamang, Agam Regency of West Sumatra by Ulud Bagindo Chatib (1865). From there it spread to the Indonesian archipelago and to Semenanjung (Malaysia). The founder or "Grand Master" of the Starlak style was Tuanku Syech Habibullah (master of tarekat/sufism). Silat Starlak is not to be used for competition, but rather for self-defense and spiritual growth. Nowadays this style can still be found in the Sawahlunnto Regency, a province of West Sumatra. In other parts of Indonesia it is difficult to find practitioners of this old style among the young generation. However, more recent styles are influenced by silat Starlak, such as Persaudaraan Setia Hati in Java.

Another silat practitioner and historian has said that the name Sterlak is descended from the Dutch words Staart Laag which means to "begin below/render". This may or may not be true.

As for Guro Cruicchi's lineage... He was introduced to his Indian teacher by his friend of many years Donn Draeger. Guru Abdul Muthalief's lineage is unknown. Guro Cruicchi hopes to travel to Malaysia this year (2001) to complete his studies in Ilmu and see what other information he can learn. For sure there is more to be learned of the intellectual inheritence that Guro Cruicchi and I share. For Adat and Hormat to be given it is necessary that we continue to try and learn as much as we can. If you have questions concerning any of the information or would like to contribute any information please feel free to drop us an e-mail. I cannot guarantee any answer regarding questions submitted but I will do my best.